"Bertemu Xiaomi Redmi 2 Prime jenis lain" ini tadinya mau kasih judul "harga orisinal, kualitas barang abal-abal", tapi gak cocok juga disebut abal-abal karena handset ini bukan abal-abal semacam jenis KW sekian, replika atau imitasi. Xiaomi Redmi 2 Prime yang saya temui ini hanya tidak sesuai harapan si pembeli saja, tidak memiliki garansi resmi dan hanya garansi distributor ataupun garansi toko. Xiaomi Redmi 2 Prime yang bulan November 2015 sudah resmi masuk ke pasar Indonesia ini rupanya untuk beberapa orang masih merupakan gawai/gadget impian. Okelah, sharing pengalaman saja yah, semoga bisa menjadi pelajaran untuk kita semua.
Sebut saja Bunga yang membeli HP Xiaomi Redmi 2 Prime idamannya di salah satu toko handphone di mall besar Bekasi pada hari Rabu tanggal 6 Januari 2016 lalu. Untuk Bunga yang tidak mengenal jalur pembelian on-line sebenarnya sudah membekali diri dengan banyak bertanya. Awalnya ia harus kecewa karena tidak mendapatkan Handphone impiannya pada gerai resmi distributor, dari salah satu pegawai gerai resmi tersebut, Bunga dipersilahkan mencarinya di toko lain.
Singkat cerita Bunga berhasil membawa telepon genggam incarannya itu walau dengan harga yang lebih mahal, tanpa garansi distributor resmi. Jika harga di gerai distributor resmi sekitar Rp. 1.800.000, di sebuah toko cellular ia menebus gadget idamannya diharga 1.950.000 rupiah, ditambah lagi aksesoris handphone berupa hardcase dan pelindung layar Tempered Glass.
Hanya sebentar saja ia menikmati suasana bulan madu bersama HP barunya (halah). HP tersebut tidak mendapat sinyal provider setelah saya update ke MIUI 7.1 OTA via wifi atas permintaannya. Saya coba membersihkan sim card, saya juga sudah mencoba menggunakan simcard dari provider lain, tetapi tetap tidak dapat terhubung ke jaringan alias tidak mendapat sinyal sama sekali. Saat menggonta-ganti sim card ini, dalam bagian dalam mesin xiaomi ini saya tidak melihat stiker SDPPI seperti yang sering saya lihat di HP lain. Ketika diperlihatkan dos/kemasannya, kecurigaan saya akan legalitas HP Xiaomi Redmi 2 Prime ini semakin besar.
Dalam dos telepon genggam inipun saya tidak mendapati buku petunjuk penggunaan berbahasa
Indonesia melainkan beraksara kanji, hanya kertas garansi B-Cell
yang berbahasa Indonesia. Bukankah semua produk teknologi informasi dan
elektronika yang beredar di pasar Indonesia wajib dilengkapi dengan
Petunjuk Penggunaan (Manual) dalam Bahasa Indonesia? Setahu saya ada
ancaman hukum mengenai hal ini
Beralih ke box/dus pembungkusnya barulah saya dapati stiker SDPPI dengan nomor: 35662/SDPPI/2014 PLG.ID-3756 dan stiker spesifikasi dan lain-lain yang juga menggunakan aksara kanji. Mendapati hal ini saya curiga ini barang Blackmarket, dan anehnya Bunga membeli dengan harga yang lebih mahal dari harga distributor resmi.
Singkat cerita, karena baru 1 hari membeli dan masih "garansi", gadget ini dikembalikan ke toko dan uang dikembalikan setelah penjaga toko memeriksa masalahnya dan menyerah. Jangan-jangan si penjual tidak cermat akan kondisi barangnya, saya maklum, karena tidak mungkin juga si penjual memahami persis satu persatu barang yang ia jual dalam tokonya. Dengan mengembalikan uang pembelian dari Bunga saya kira penjual sudah beritikad baik dan tidak bermaksud jelek kepada Bunga. Barang dikembalikan ke toko, uang Bunga dikembalikan sehingga Bunga dapat membeli gadget idamannya di tempat lain, dan pengalamannya ini semoga akan menjadi pengalaman berharga bagi Bunga. Semoga juga pengalaman ini dapat menjadi pelajaran bersama :)
Teliti sebelum membeli, itu sih intinya. Agar tidak mengalami pengalaman serupa, mungkin sebaiknya Bunga minta ditemani saja oleh teman yang lebih paham, atau nitip minta dibelikan kepada teman yang biasa berbelanja online dst. Sedikit memberi kelebihan rupiah kepada teman sebagai pengganti ongkos saya kira lebih baik daripada membayar mahal tapi ujung-ujungnya menyesal.
Dari kisah di atas, ini point yang perlu diperhatikan buat kita semua.
Teliti sebelum membeli, itu sih intinya. Agar tidak mengalami pengalaman serupa, mungkin sebaiknya Bunga minta ditemani saja oleh teman yang lebih paham, atau nitip minta dibelikan kepada teman yang biasa berbelanja online dst. Sedikit memberi kelebihan rupiah kepada teman sebagai pengganti ongkos saya kira lebih baik daripada membayar mahal tapi ujung-ujungnya menyesal.
Dari kisah di atas, ini point yang perlu diperhatikan buat kita semua.
Garansi: Distributor VS Distributor Resmi
Dari hasil browsing saya mendapati banyak variasi harga dari yang murah sampai yang lebih mahal dibandingkan dengan harga gerai resmi yang ditawarkan beberapa penjual online dengan embel-embel garansi distributor. Tidak ada yang salah dengan kata-kata "garansi distributor" namun jelas dong kita dapat memahami perbedaannya dengan penjual atau online shop yang mencantumkan "garansi distributor resmi". Distributor resmi Xiaomi setahu saya hanya Erajaya dan Trikomsel.
Stiker SDPPI
Stiker SDPPI dengan nomor: 35662/SDPPI/2014 ini aneh, karena Xiaomi Redmi 2 Prime secara resmi masuk ke Indonesia sekitar September - November 2015. Jadi dari pola penomorannya, kemungkinan besar stiker sertifikasi postel itu akan bernomor xxxxx/SDPPI/2015. Masih ingat kasus ZUK Z1 kan? Nah ini mirip, setelah saya cek stiker SDPPI nomor 35662/SDPPI/2014 di web sertifikasinya ternyata informasi yang saya dapati untuk stiker SDPPI nomor 35662/SDPPI/2014 adalah stiker untuk sertifikasi Asus ZenFone 5.
Sebagian yang saya lihat online malah tidak menempelkan stiker SDPPI ini pada kemasan seperti foto di bawah ini dari salah satu toko online yang mengiklankan Xiaomi Redmi 2 Prime garansi distributor :)
Petunjuk Penggunaan (Manual Book)
HP Xiaomi Redmi 2 Prime yang dibeli Bunga ini tidak memiliki Petunjuk Penggunaan (Manual) dalam Bahasa Indonesia tapi entah bahasa mana yang jelas beraksara kanji. Saya tidak paham aksara kanji jadi saya tidak tahu bahasa apa yang digunakan :) *yunowataimin lah*
Padahal ketentuan Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK No. 9 Tahun 1999) Pasal 8 ayat (1) huruf j mengatur bahwa seorang pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Terhadap pelanggaran pasal ini pelaku usaha dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar (di atur dalam UUPK Pasal 62 ayat (1)).
Perkiraan saya HP ini sisa-sisa HP blackmarket yang beredar sebelum september-november 2015 atau sebelum Xiaomi Redmi 2 Prime secara resmi dijual di Indonesia. *sotoy*
Infonya untuk urusan tidak dapat sinyal ini sebenarnya dapat diperbaiki dengan sedikit (atau banyak) oprek software dan seterusnya, tapi ini HP baru dan harganya melebihi harga distributor resmi, jadi daripada pusing dan ikut mendukung maraknya barang gak jelas seperti ini, lebih baik dikembalikan ke toko dan minta uangnya kembali saja:)
Jika toko menolak untuk mengembalikan uang pembelian bagaimana? Itu terserah Anda, selama semua bukti transaksi dan barang tersebut masih ada pada Anda, saya kira itu memenuhi syarat sebagai bukti permulaan dugaan tindak pidana pelanggaran UU Perlindungan Konsumen :)
Kisah di atas akan berbeda cerita jika kita sengaja mencari barang-barang blackmarket dengan alasan harga yang lebih murah atau alasan lainnya.
Salam