Suasana media sedang hangat membahas berbagai ulah Malaysia yang merugikan Indonesia. Mulai dari klaim tari pendet, klaim Pulau Jemur dlsb.
Dari suasana panas itu tergalilah kata-kata Bung Karno saat konfrontasi dengan Malaysia mempersoalkan pendudukan Malaysia di sebagian Pulau Kalimantan dengan slogan “Ganyang Malaysia”.
Mungkin kita bisa kembali mengingat bagaimana sejarahnya hingga Malaysia dan Indonesia berbagi pulau di Kalimantan. Saya tidak punya sumber literaturnya, hanya berdasarkan penuturan dari dosen yang saya masih bisa ingat. Berdasarkan ingatan itu saya mencoba membagi ingatan saya tentang sejarah dimana penjajah Belanda memberikan konsesi atau hak sewa kepada Inggris untuk mengelola sebagian wilayah di Kalimantan, namun kemudian saat Indonesia merdeka, Inggris tidak mengembalikan wilayah itu ke Indonesia, tapi justru menyerahkan wilayah pendudukannya kepada Malaysia. Hal itulah yang katanya menimbulkan kemarahan Bung Karno, hingga beliau menggalang kekuatan untuk konfrontasi dengan Malaysia.
Saat ini saya sedang di Maumere, hampir tidak ada hal yang bisa dikaitkan dengan Malaysia. Kecuali 2 hal, TKI dan rombengan. Soal TKI mungkin sudah banyak yang mengangkat isu ini, baik soal kekerasan2 yang dialami TKI di Malaysia, soal traficking dlsb. Bagaimana dengan soal RB?.
Rombengan atau RB memiliki berbagai nama lain atau istilah antara lain di kenal sebagai Cakar (Cap Karung), Monza, Gombal, Balle Pressed. Di sini sayapun mendapat penjelasan bahwa RB itu adalah pakaian “out of mode” atau pakaian yang ketinggalan mode, entah itu makna peyoratif atau sebuah penghalusan karena jelas bagi saya pakaian itu adalah pakaian “used” alias bekas. Monza merupakan singkatan dari Mongonsidi Plaza, sebuah tempat di Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara yang menjadi pelopor penjualan pakaian seken impor.
Saya tidak tahu sejak kapan Pulau Pemana menjadi sentra RB di Flores, oleh karenanya saya lebih banyak bercerita tentang RB atau Cakar di Sulawesi.
Baju2 RB ini umumnya berasal dari Malaysia, sebagian besar berasal dari Kuantan (Tanjung Galang) Malaysia kemudian diangkut melalui moda laut ke nusantara, RB ini dikemas dan di press dalam karung-karung, oleh karena itu di Malaysia sendiri lebih dikenal dengan istilah Balle Pressed. Jalur lainnya mungkin melalui peraiaran Sumatera kemudian meretas masuk melalui jalur darat atau moda lainnya hingga sampai pula di Flores.
Saya masih ingat saat saya masih kuliah di Makassar, kira-kira sekitar tahun 1990 Balle pressed mulai marak di Sulawesi. Centra RB atau Cakar (istilah di Sulawesi) saat itu berada di Pasar Senggol Kota Pare-Pare. Cakar Pare-pare ini mungkin datang dari Tawao atau Sabah via Nunukan. Selanjutnya sekitar tahun 1995 sampai 2000 sentra penjualan Cakar juga sudah banyak di Makassar dan di Kota-kota lain di Sulawesi. Saat ini sentra-sentra cakar sudah semakin sedikit dan sepi peminat baik di Makassar ataupun kota-kota di Sulawesi.
Keberadaan Cakar awalnya merupakan sebuah solusi pada era resesi atau krisis ekonomi dengan harga yang cukup murah. Namun sesuai dengan hukum ekonomi, jika demand naik maka harga pun naik, maka harga Cakar semakin lama semakin mendekati harga pakaian baru di pasaran dan saat itulah cakar kehilangan peminat.
Saya sempat berfikir, jangan-jangan pakaian-pakaian yang tidak laku di Sulawesi itu dipasarkan di sini. Bagaimanapun pasar di Sulawesi telah jenuh terhadap Cakar, kemungkinan mencari pasar baru di daerah lain adalah sangat mungkin, hal ini dapat ditemukan jawabannya pada para pelaku pasar.
Secara geografis kemungkinan membawa RB langsung dari Kuantan Malaysia ke Flores akan mengakibatkan membesarnya biaya dan waktu, belum lagi resiko keselamatan dan resiko di tangkap oleh aparat keamanan atau Bea Cukai, sehingga RB yang asli dari Malaysia saya fikir hanya sebagian kecil saja, selebihnya adalah limpahan dari pasar jenuh dalam negeri, mungkin Sulawesi, Bali atau NTB.
Mungkin kita bisa bicara bagaimana industri tekstil, pasar pakaian, industri tekstil lokal, tenun ikat, pakaian motif daerah mati perlahan di tempat dimana rombengan berada. atau dampak ekonomi yang lebih real terkait penyerapan tenaga kerja di bidang distribusi tekstil, penjual-penjual pakaian di pasar, tukang jahit dlsb.
Mungkin bagi Malaysia, negara ini bukan saja tempat sampah, sebuah tempat buat mereka membuang baju-baju bekasnya, tapi juga sumber keuntungan, karena buktinya, kita mau membeli sampah-sampah mereka.