Setelah menjalahi perawatan medis dan alternatif diberbagai tempat, keadaan Pak Sabar tetap tidak menunjukkan kemajuan, ia belum juga sembuh. Sekian tahun terlewati dalam keadaan yang memprihatinkan, hanya berbaring lemah dikamar tidur mewah yang tidak mampu memberinya tidur yang lelap.
Hari-hari berganti begitu lambat, seakan ingin mempertegas penderitaan yang ia alami. Sanak famili telah berkali-kali menjenguk tanpa bosan, anak cucunya bergantian datang terus mencoba menghibur. Sedihnya, hal itu justru membawa kepedihan dihati Pak Sabar, hatinya menangis karena tidak mampu memberikan cinta dan semangat hidup kepada anak cucunya. Ia mengutuk segalanya, tak ada yang lebih menyakitkan hatinya jika pandangan kasihan datang justru dari orang-orang yang ia cintai.
Terkenang saat-saat kejayaan dimasa muda, sebagai pemuda yang gemilang, karirnya mencapai kesuksesan karena ketekunan dan keuletannya bekerja yang tidak mengenal lelah. Berbagai proyek yang ia pimpin dapat diselesaikan dengan sempurna, beberapa proyek besar yang ia tangani bahkan dapat selesai dengan waktunya. Ia dapat melakukan bekerja dengan waktu istirahat yang minim, tak peduli akan kesehatan yang mulai merosot, ia tetap tampil sebagai pemimpin yang sukses dengan gemilang.
"Tidak ada alasan untuk berhenti" moto hidupnya itu kini seakan mencemoohnya. Ia menangis, benarkah kini dia harus menyerah pada keadaan, apakah sisa hidupnya hanya untuk menerima belas kasihan?.
Suatu pagi ia terbangun, perenungannya seakan menjelma menjadi semangat yang luar biasa, tertatih ia berusaha bangun, ia kembali mendapat kekuatan mudanya, rasa sakit tidak dapat menghentikannya.
Bu Sabar terbangun kaget mendapati suaminya berdiri dihadapan jendela, segera ia ambil selimut dan menyelimuti tubuh rapuh suaminya yang kini tegak berdiri menghadang sinar matahari.
Gambar dari http://serambidakwah.blogspot.com/ |
"Itulah awal kebangkitan kakek nak, awalnya kakekmu mendirikan yayasan bea siswa untuk orang tidak mampu sendirian hingga banyak teman-temannya yang bergabung. menurut kakek, ia ingin menghabiskan sisa umurnya untuk membantu orang yang perlu bantuan. Kini Yayasan Sabar Adiguna telah memiliki sekolah sendiri, ini berkat jasa baik para penerima bea siswa yang kini telah berhasil, mereka ingin mengikuti jejak kakekmu".
"Ibu pernah bertanya kepada nenek, apa rahasia kakek untuk bangkit kembali, ternyata ibu enggan membicarakannya, hingga suatu waktu lama setelahnya nenek memanggil ibu dan menjelaskan semua. Suatu saat nak, jika kamu sudah dewasa, ibu akan memberitahukan apa yang nenek beritahukan kepada ibu. Saat ini yang paling penting, berbuat baiklah, niatkan yang baik dalam hatimu dan alam akan bersinergi membantumu untuk mewujudkan niat baikmu".
"Apakah moto hidup kakek berganti karena sakit bu?" tanyaku penasaran.
"tidak nak, moto kakek saat muda tetap seperti itu, kamu bisa membacanya di ruang perpustakaan, namun moto kakek selanjutnya adalah seperti yang kamu bisa baca digedung olah raga, "Ada saat berhenti untuk mengumpulkan semangat, dan ada saat untuk bergerak menunaikan janji".