Setelah tahu panitia acara tidak menyediakan gitar maka saya ajak seorang teman untuk ikut berboncengan notor sekalian membantu saya memegangi gitar, karena setelah saya cari-cari saya lupa di mana menyimpan sarung gitar saya :D
Bersama DAF yang bertemu di jalan akhirnya sampailah kami di lokasi. Sebuah rumah dengan halaman yang cukup luas dan sudah dipasang panggung sederhana. Kanan kiri panggung (bukan panggung beneran sih) diterangi tambahan cahaya dari obor yang ujungnya diberi pijar api dari buah bintaro kering yang dibakar.
Setelah sedikit berakrab-akrab walau tidak semua hadirin saya kenali akhirnya saya memilih duduk di samping Baba Fahmi Benhud, agak di bagian depan berhadapan dan sejajar dengan Kong Guntur Elmogas dan Bu Dyah Kencono.
Kong Guntur Elmogas saat membuka acara |
Bertempat di Rumah Budaya Bekasi, Kampung Ujung Harapan Bahagia, RT. 04/RW.04, Babelan, Kabupaten Bekasi, Peringatan puncak Hari Puisi Indonesia (HPI) Bekasi Raya berjalan lancar dan penuh hikmat. Bang Rian Hamzah selaku MC benar-benar bisa membawa acara malam itu menjadi "berkelas".
Selanjutnya Ketua Panitia HPI Bekasi Raya, Bu Dyah Kencono Puspito Dewi menceritakan rangkaian acara peringatan HPI hingga malam puncak perayaan Hari Puisi Indonesia 2018 yang dilaksanakan di kediaman Bang Hilalludin Yusri.
Sebelumnya, perayaan HPI Bekasi Raya yang bertema "Gaung Puisi di Tapal Batas Bekasi" telah digelar di tujuh tempat yang berbeda, yaitu:
- Sekolah Alam Prasasti di Desa Sukatenang Kecamatan Sukawangi yang diprakarsai oleh Komarudin Ibnu Mikam;
- Komunitas Mendut Tambun yang diprakarsai oleh Raden Sudarmono;
- Madrasah, Jaka Sampurna yang diprakarsai oleh Fahmi Benhud;
- Islamic Centre yang diprakarsai oleh Kong Guntur Elmogas;
- BKMB Kartini yang diprakarsai oleh Abdul Choir;
- Dinas Pendidikan Kota Bekasi yang diprakarsai oleh DKB Kota atau Ridwan Marhid
- Saung Bitung yang diprakarsai oleh DKB Kabupaten atau Iswandi Ichsan.
Acara selanjutnya sambutan dari Sofyan RH. Zaid selaku sekretaris panitia Hari Puisi Indonesia 2018 mewakili Yayasan Hari Puisi yang menjelaskan mengenai 2 bentuk puisi. Menurut Sofyan RH. Zaid Puisi dapat kita lihat dengan konteks yang lebih luas. Bila dilihat dari kaca mata literasi, puisi terbagi menjadi dua, yakni puisi teks dan puisi diri.
Puisi teks adalah apa yang kita tulis dan dapat kita baca. Sedangkan puisi diri adalah apa yang tak bisa kita tulis namun tetap bisa kita baca. Contohnya berbuat baik pada sesama dalam kegiatan sosial, peduli lingkungan, bekerja mencari nafkah, mendukung acara puisi, menjadi juri lomba puisi, tidak melakukan korupsi, hadir di acara perayaan puisi seperti ini, dan lainnya adalah contoh puisi diri.
Dengan membacakan kutipan dari WS Rendra, "Kemarin dan esok adalah hari ini" yang diikuti oleh para hadirin sambutan dari Sofyan RH. Zaid berakhir.
Bang Rian Hamzah selaku MC yang kece badai malam itu |
Aku bertanya padamu wahai saudara
Aku bertanya pada saudara
Apakah saudara tidak sadar atau lupa?
bahwa kita terus menukar tanah, air, sawah
dengan rupiah tak berdaya
Tanah sudah tiada..
Air sudah tak mengalir.. (sekali mengalir, tapi ada salju genit...)
Air sudah tak mengalir.. (sekali mengalir, tapi ada salju genit...)
Sawah bukan lagi milik kita !
Warisan pun habis !!
Hidup di kontrakan milik Tuhan?
Tidak saudara..
Demikian potongan puisi dari Baba Fahmi Benhud, selanjutnya disambung dengan pembacaan puisi tentang Kali Bekasi dari Iwan Bonick, lalu Mbak Nila Hapsari, Yahya Andi Saputra dari Komite Sastra Jakarta, Komunitas Malam Puisi Bekasi, Ridwan Ch Marhid, Ridwan Fauzi, Diana Prima Resmana, Nila Hapsari, Armen S Doang, Ali Satri Efendi, Wieke, dan lainnya. Di antara yang hadir juga tampak Ayid Suyitno Ps, Wig MS, Widodo Arundono, serta Giyanto Subagio, Asep Setiawan, Jaronah Abdullah dan masih banyak lagi.
Malam itu saya menikmati sesi pembacaan puisi yang benar-benar membuat malam minggu jadi bermakna. Gak sia-sia saya memutuskan untuk menghabiskan malam minggu menghadiri acara ini walau seharian sudah keliling kemana-mana.
Beragam gaya pembacaan puisi saya saksikan secara langsung oleh para pembaca puisi yang keren-keren. Alhamdulillah, untung saya duduk di bagian depan sehingga dapat dengan jelas melihat ekspresi dan penjiwaan dari masing-masing yang tampil.
Sebagai anti klimaks, saya selaku penikmat puisi tidak membaca puisi, seperti sebelumnya saya sekadar menyanyikan lagu "Soedirman Soejono (1)" dari Akar Bambu dan Puisi "Bunga Dan Tembok" karya Widji Thukul yang dimusikalisasi oleh Fajar Merah, putra Widji Thukul. Iya, anti klimaks, biar ada jeda sedikit sebelum sesi pembacaan puisi kembali berlanjut :D
Acara puncaknya? tentu saja bagi saya acara puncaknya yah makan malam hehehe, para hadirin dengan santai menikmati sajian makan malam yang disediakan panitia sambil menonton film puisi karya Rian Hamzah. Film yang cukup bagus, sayangnya walau kadang berbahasa Indonesia, kebanyakan dialog dalam film menggunakan bahasa Sunda jadi saya kurang paham jalan ceritanya.
Semakin malam acara semakin cair, kami ngobrol-ngobrol sambil menikmati kopi hingga sesi foto bersama sebelum acara resmi ditutup.
Malam itu, saya puas menyaksikan langsung pembacaan puisi dari orang-orang yang sepertinya sudah punya nama dalam jajaran pembaca puisi di Bekasi dan Jakarta. Acara yang sederhana tapi keren banget, semoga bisa menyaksikan lagi acara-acara selanjutnya.
Acara puncaknya? tentu saja bagi saya acara puncaknya yah makan malam hehehe, para hadirin dengan santai menikmati sajian makan malam yang disediakan panitia sambil menonton film puisi karya Rian Hamzah. Film yang cukup bagus, sayangnya walau kadang berbahasa Indonesia, kebanyakan dialog dalam film menggunakan bahasa Sunda jadi saya kurang paham jalan ceritanya.
Semakin malam acara semakin cair, kami ngobrol-ngobrol sambil menikmati kopi hingga sesi foto bersama sebelum acara resmi ditutup.
Malam itu, saya puas menyaksikan langsung pembacaan puisi dari orang-orang yang sepertinya sudah punya nama dalam jajaran pembaca puisi di Bekasi dan Jakarta. Acara yang sederhana tapi keren banget, semoga bisa menyaksikan lagi acara-acara selanjutnya.