Sebentar lagi jagad dunia maya pasti akan diramaikan dengan debat capres. Entah kenapa buat saya jauh lebih menarik mengikuti diskusi mengenai fenomena Vanessa Angel (VA); mengapa ia harus minta maaf, mengapa pihak prianya gak terlalu terekspos, kenapa di masa ekonomi (yang katanya) sulit uang 80 juta seakan mudah dibelanjakan, mengapa ia dibebaskan penegak hukum dst dst.
Menarik mencermati berbagai pendapat yang mencerminkan cara berpikir orang-orang yang terlibat dalam diskusi tersebut, dan bagaimana orang secara beragam sudut memandang masalah yang sama, bagaimana mereka mengemukakan pendapat dan bagaimana mereka menarik kesimpulan.
Teman saya dengan geram menyorot ke pihak pria yang disebut-sebut sebagai salah satu pengusaha tambang pasir di Lumajang. Sebuah daerah di mana pernah ada seorang aktivis lingkungan bernama Salim Kancil yang tewas karena protesnya melawan penambangan pasir di sana.
Di antara kita, sampai sekarang masih ada yang bertanya, kenapa banyak orang membahas "80 juta" karena tidak tahu konteks dan muasalnya. Seandainya saya berada di barisan orang yang tidak tahu menahu ini, pasti hidup saya jauh lebih ringan.
Kenapa hidup menjadi lebih ringan jika kita tidak mengetahui sesuatu yang tidak penting?
Jadi begini, (pura-pura jadi psikolog dulu) segala informasi yang masuk disadari atau tidak akan diproses oleh otak, banyak informasi yang berhasil diabaikan dalam kategori "tidak penting" tapi ada juga informasi yang nyangkut dalam "folder" Memori Jangka Pendek (Short Term Memory).
Agar informasi itu tersimpan sebagai ingatan yang berguna maka perlu pendekatan pemikiran positif, nah proses inilah yang membuat hidup saya menjadi tidak ringan, saya harus bisa mengelola informasi itu menjadi sebuah input yang positif agar kelak bermanfaat bagi kehidupan saya. Setidaknya mengurangi input negatif yang hanya akan memenuhi ingatan dan berakibat buruk untuk kesehatan jiwa raga saya.
Kata-kata "Siapa yang menanam, akan menuai hasilnya” juga berlaku dalam pikiran, jika kita menyimpan input-input emosi dan ingatan yang negatif, kelak akan tumbuh dan kita tuai entah jadi apa, mendingan kita menanam ingatan dan emosi yang positif sehingga bisa bermanfaat kelak.
Jadi menurut referensi, short-term memory adalah tempat menyimpan informasi yang saat ini sedang kita pikirkan. Jenis ingatan ini dikenal juga sebagai primary atau active memory. Kejadian terbaru dan data sensorik seperti suara disimpan pada short-term memory. Short-term memory biasanya mencakup kejadian yang berlangsung pada periode antara 30 detik hingga beberapa hari.
Karena short-term memory perlu dipanggil kembali dalam waktu lebih singkat dari long-term memory, kemampuan otak untuk menjaga ingatan di dalamnya menjadi lebih terbatas. Otak dapat menyimpan hanya sekitar lima hingga sembilan hal. Sayang banget kalau kemampuan yang terbatas itu hanya diisi dengan informasi-informasi negatif.
Selanjutnya tahapan berbeda dari short-term memory diatur oleh bagian berbeda dari otak. Short-term memory berawal dari bagian lobus frontal pada bagian korteks serebral, kemudian informasi singgah di bagian hippocampus dan dipindahkan ke wilayah korteks serebral yang melibatkan bahasa dan persepsi untuk disimpan secara permanen.
Sementara long-term memory memiliki kapasitas lebih besar dan menyimpan berbagai hal seperti fakta, ingatan pribadi, dan informasi terkait orang-orang di sekitar kita.
So, jelas buat saya lebih baik tidak tahu daripada membebani otak dengan informasi-informasi yang tidak penting. Otak butuh sumber daya untuk bekerja, artinya butuh energi dan waktu, apa gak lebih baik memikirkan hal-hal yang penting? membuang-buang energi dan waktu adalah hal yang paling dibenci manajemen... #ehhh
So, jelas buat saya lebih baik tidak tahu daripada membebani otak dengan informasi-informasi yang tidak penting. Otak butuh sumber daya untuk bekerja, artinya butuh energi dan waktu, apa gak lebih baik memikirkan hal-hal yang penting? membuang-buang energi dan waktu adalah hal yang paling dibenci manajemen... #ehhh
***
Diskusi mengenai VA yang saya sempat baca di Twitter adalah bermula dari pertanyaan "mengapa ia harus minta maaf kepada publik?". Pertanyaan ini diajukan Deddy Corbuzier melalui chanel media sosialnya dan berkembang menjadi topik pro dan kontra.
Pengacara VA, Zakir Rasyidin sudah menjelaskan alasan kliennya menyampaikan permohonan maaf.
"Permintaan maaf itu sifat personal karena sudah membuat gaduh. Jadi, (sebagai) warga negara, dia meminta maaf karena sudah ada yang menyampaikan isu Rp 80 juta," kata Zakir dalam jumpa pers di kawasan Jakarta Selatan, Senin (7/1/2019). Saya kutip dari berita "Kenapa Vanessa Angel Minta Maaf? Ini Penjelasan Pengacara" Detik Online - Senin 07 Januari 2019, 22:09 WIB.
"VA dg merek PF, yg terkena mereknya. Kalau dia tak bermerek, orang gak peduli. Pemakai apa salahnya? Dia sanggup bayar mereknya.....kalau barang dg kualitas jauh lebih bagus banyak. Tapi dia mau beli mereknya. Sederhana...," tulis sebuah akun di Twitter.
Beberapa akun di Twitter lebih menjelaskan bahwa VA sebagai Public Figure (PF) memiliki tanggung jawab moral untuk tidak melanggar hukum dan norma. "Kalau dia tidak minta maaf sama seperti mendukung hal tsb. Even if its her body herself her consent it is wrong to do something illegal," jelas salah satu akun.
"Yg pemesan beli adalah status si VA sebagai public figure. Kalau hanya sekedar gadis semlohay jauh di atas VA fisiknya, dg bayar sepersepuluhnya dia bisa dapatkan. Di mana letak salahnya?," lanjut akun lainnya.
Mengikuti diskusi ini mengajak saya memperluas sudut pandang, terlebih lagi saya tidak kenal siapa itu VA, jadi saya lebih tertarik pada respon pro dan kontra atas permohonan maaf VA. Diskusi mengenai hukum sudah selesai dengan dilepaskannya VA dan 2 orang ditetapkan sebagai TSK Mucikari oleh kepolisian, karenanya diskusi yang berlanjut adalah mengenai norma khususnya aksi permintaan maaf VA kepada publik.
Apapun pembahasannya, faktanya VA sudah meminta maaf kepada publik secara terbuka melalui media. Tentunya itu dia tujukan kepada pihak-pihak yang menganggap dia telah melakukan kesalahan, mungkin pihak keluarganya dan seterusnya. Saya bukan bagian dari publik tersebut.
***
80 Juta Bisa Dapat Apa? 80 Juta Dari Mana?
Saya gak kenal VA, walaupun kata orang dia seorang PF. Saya bukan siapa-siapa dan bukan pihak yang dirugikan. VA dan pria berinisial R itu gak perlu minta maaf kepada saya atas apapun yang mereka lakukan itu.
Masyarakat ada yang merasa VA memang perlu untuk meminta maaf yah wajar, dan wajar juga kalo sebagian menganggap tidak perlu. Yang gak wajar itu menjadi pihak yang mengambil keuntungan dari perbuatan mereka, seperti mucikari, media-media gossip, dst.
Yang saya lihat VA sebagai perempuan terus saja menjadi korban pola pikir maskulin, tergambar dari fokus media yang lebih banyak menyorotinya. Terlebih statusnya sebagai PF sehingga lebih menjual untuk dijadikan komoditas berita.
Konsep berpikir win/loose juga akhirnya ngambang dan menjadi guyonan "80 juta bisa buat apa?". Cara berpikir demikian memang membutuhkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Siapa menang siapa kalah. Nyatanya dalam kasus ini tidak ada yang menang dan kalah, bermain hakim dalam pikiran jadi menguap tanpa ada kambing hitam yang bisa dijadikan sasaran.
Apalah daya, kuatnya media membuat fenomena ini masuk dalam pikiran saya. Saya musti menyimpannya sebagai cermin, bahwa apapun yang kita lakukan maka akan selalu ada pihak yang merasa berhak menjadi hakim.
Akan selalu ada pihak yang menuntut maaf jika ada tindakan saya yang tidak sesuai dengan norma dan citra ideal yang mereka lekatkan kepada saya.
Lebih baik berjalan apa adanya. Sebisa mungkin lepaskan pencitraan-pencitraan yang tidak sepantasnya kita emban. Yang begitu hanya menjadi beban dan membatasi kebebasan pribadi.
Nominal 80 juta bukan uang yang sedikit, memikirkannya hanya akan menyiksa batin. Saya gak siap menjawab pertanyaan "dari mana asalnya dan dipakai untuk apa?". Sedangkan untuk membeli motor seharga 20 jutaan saja sudah sekian bulan belum terwujud.
Lah Kok malah curhat?