Tidak salah jika banyak orang beranggapan bahwa kecerdasan emosional adalah sebuah skill atau keterampilan yang bisa ditingkatkan dengan beberapa latihan. Namun ada yang unik dan banyak orang tidak sadari, ternyata untuk mengembangkan kecerdasan emosional diperlukan juga mengurangi atau menurunkan beberapa kebiasaan, bukan selamanya meningkatkan.
Dalam kehidupan, sering kita temui orang-orang yang terlihat seperti tidak memiliki kecerdasan emosional, misalnya memiliki kebiasaan:
- Menyalahkan orang lain atas masalah yang mereka hadapi;
- Terjebak dalam lingkaran stres dan selalu cemas;
- Melakukan hal-hal kontraproduktif saat sedang mengalami kemajuan;
Namun demikian, mereka sebenarnya bukan tidak memiliki kecerdasan emosional, malah sebenarnya memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, tapi sayangnya ada kebiasaan-kebiasaan buruk yang menghalangi mereka menggunakan kecerdasan emosional mereka.
Karena itulah, penting untuk kita mempelajari dan mengenali kebiasaan-kebiasaan buruk itu dan berusaha mengurangi atau menghilangkannya. Jika mereka bisa menghilangkan kebiasaan buruk itu, saya yakin kecerdasan emosional yang mereka miliki sebenarnya sudah sangat baik.
Apa saja kebiasaan-kebiasaan buruk yang menghalangi peningkatan kecerdasan emosional?
1. Mengkritik Orang Lain
Mengkritisi orang lain sering kali merupakan mekanisme pertahanan bawah sadar yang bertujuan untuk mengurangi rasa tidak aman kita sendiri. Terkadang kita semua kritis. Dan itu tidak selalu merupakan hal yang buruk - karena berpikir dengan hati-hati dan kritis tentang lingkungan di sekitar kita juga sesuatu yang penting. Sikap kritis yang wajar akan membantu kita untuk menjalani kehidupan dengan obyektif.
Tetapi terlalu banyak kritik - terutama kebiasaan selalu bersikap kritis terhadap orang lain - dapat merugikan: dapat membuat kita berpandangan sempit, berprasangka buruk dan tidak obyektif, terutama dalam memandang diri kita sendiri.
Salah satu sebab mengapa kita bisa terjebak dalam kebiasaan mengkritik orang lain adalah karena hal itu membuat diri kita merasa lebih baik:
- Bukankah ketika kita dapat menunjukkan kebodohan orang lain, secara tersirat kita sedang menunjukkan diri kita lebih pintar?. Ya, hal seperti itu membuat kita merasa nyaman bukan?.
- Bukankah saat kita mengkritik orang lain karena terlihat naif, secara tersirat kita sedang menunjukkan diri kita lebih bijaksana?.
- Dan ketika kita diam-diam menertawakan seseorang, akuilah bahwa pada saat yang sama kita sedang memuji diri kita sendiri.
Lalu bagaimana membedakan kritik yang bermanfaat dan yang tidak?, catat yah!
Kritik yang bermanfaat adalah tentang "membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik", sedangkan kritik yang tidak berguna itu hanya membuat kita "merasa lebih baik dari orang lain".
Selalu bersikap kritis kepada orang lain mungkin bisa membuat kita merasa lebih baik dalam jangka pendek, tapi dalam jangka panjang, hal itu hanya akan merugikan diri kita sendiri.
Di sisi lain, orang yang memiliki kecerdasan emosional dan sadar diri akan memahami bahwa mengkritik orang lain tidak lebih hanyalah sebuah mekanisme pertahanan primitif. Dan bahwa ada cara yang jauh lebih baik, lebih produktif untuk menghadapi kecemasan dan rasa tidak aman kita. Tanpa menyadari hal ini, maka kita akan terus-menerus terbiasa untuk mengkritik orang lain, tidak lain hanya untuk meringankan rasa tidak aman kita sendiri.
Pahami bahwa kritik yang berlebihan sampai terlalu nyinyir terhadap orang lain hanya membuang-buang waktu dan energi, karena semua waktu dan energi itu tidak diinvestasikan untuk mengembangkan diri sendiri dan memperbaiki lingkungan kita.
Pendeknya: Kritik terhadap orang lain secara berlebihan adalah bentuk lain dari memuji diri sendiri. Motif kita berbuat lebih baik hanya dengan tujuan untuk menunjukkan kejelekan orang lain, tidak lebih.
2. Khawatir Dengan Masa Depan
Terlalu khawatir dengan masa depan sama saja artinya dengan mengingkari sifat masa depan yang tidak pernah bisa dipastikan.
Sebagai manusia, sangat wajar jika kita mendambakan keteraturan dan kepastian. Dan untuk alasan yang baik: Nenek m0yang kita yang lebih mampu mempersiapkan diri untuk menghadapi ketidakpastian dalam kehidupan mungkin dapat bertahan hidup lebih lama daripada mereka yang tidak. Kita mewarisi pengetahuan untuk menghadapi ketidakpastian itu dari pengalaman hidup mereka.
Tetapi ada perbedaan besar antara mengambil langkah-langkah yang wajar untuk mengurangi ketidakpastian dengan menjadi sangat ketakutan (paranoid) sehingga kita menipu diri sendiri dengan meyakini bahwa kita dapat menghilangkan ketidakpastian masa depan.
Dan itulah yang dilakukan oleh para pengidap kekhawatiran kronis. Mereka begitu takut akan ketidakpastian, dan sangat berat untuk mau hidup dengannya, padahal dengan begitu mereka justru sedang membuat masa depan mereka lebih tidak tertata dan menghabiskan sumber daya saat ini dengan asumsi dan kekhawatiran yang berlebihan.
Pengidap kekhawatiran kronis hidup dengan ilusi bahwa memikirkan solusi masa depan dengan serius setiap waktu dan merencanakan semuanya akan menghasilkan kesiapsiagaan yang lebih baik. Tapi sayang, nyatanya tidak begitu: "Hanya karena kita selalu memikirkan masalahnya, enggak selalu berarti bahwa kita memikirkannya secara produktif."
Dan hanya karena kita memiliki perencanaan - yang sudah diuji dengan skenario ramalan masa depan yang tak terhitung jumlahnya - tidak berarti kita lebih siap untuk menangani masa depan. Itu semua hanya membuat kita "merasa lebih siap" tanpa persiapan yang nyata.
Terlalu khawatir pada akhirnya hanya memberikan kita ilusi kepastian, padahal sebenarnya kita sedang memperlemah diri kita menghadapi masa depan.
Orang yang bijak harusnya memahami bahwa tidak ada sesuatu pun yang pasti di masa depan. Dan mereka mengerti, bahwa lebih baik menghadapi masa depan dengan pikiran yang jernih daripada sibuk menyangkal itu.
Ketika kita berhenti menyiksa diri dengan semua stres dan kecemasan yang datang karena terlalu khawatir, kita akan terkejut betapa banyak energi dan antusiasme kembali ke hidup kita.
Ketika kita berhenti memaksa masa depan agar sesuai dengan rencana dan rancangan yang kita inginkan, maka jauh akan lebih mudah bagi kita untuk menjalani hidup saat ini.
"Kekhawatiran tidak akan menghapus kesedihan esok hari, tapi pasti menguras energi hari ini" kata Corrie Ten Boom.
"Kekhawatiran tidak akan menghapus kesedihan esok hari, tapi pasti menguras energi hari ini" kata Corrie Ten Boom.
Yang Perlu Kita Pahami
Jika kita ingin meningkatkan kecerdasan emosional kita, coba ubah cara pendekatannya: Alih-alih mencoba meningkatkan keterampilan kecerdasan emosional, berusahalah untuk mengidentifikasi dan menghilangkan kebiasaan-kebiasan buruk yang mengganggu kecerdasan emosional alami kita, yaitu:
- Berhentilah mengkritik orang lain.
- Berhentilah mengkhawatirkan masa depan.
Masih ada 2 lagi, tapi belum sempat diterjemahkan saat ini, yaitu:
- Berhenti merenungkan masa lalu.
- Berhenti berharap terlalu banyak dari orang lain.
Salam.
Tulisan ini bersambung ke: Kebiasaan Yang Menghambat Kecerdasan Emosional Alami (2)