Jean Perdu, sang apoteker literatur, pemilik toko buku terapung di Sungai Seine, Paris, terkenal karena keahliannya meresepkan buku demi meringankan hidup para pelanggannya.
Tiap buku sesungguhnya mirip dengan obat. Mereka dapat menyembuhkan penyakit
Tiap buku sesungguhnya mirip dengan obat. Mereka dapat menyembuhkan penyakit, sekaligus mengandung efek samping. Dan Monsieur Perdu dapat diandalkan.
Hanya satu kekurangannya, yakni ia tidak mampu menyembuhkan dirinya sendiri. Selama lebih dari 20 tahun, Perdu belum menemukan buku yang benar-benar cocok untuk dirinya, hingga ia menemukan Southern Lights, buku karangan Sanary. Buku itu seolah ditulis untuk Perdu, tetapi ada yang belum memuaskan hati, karena tidak ada informasi tentang siapa pengarang sesungguhnya.
Suatu ketika, datang penghuni baru di apartemen Perdu. Catherine. Yang baru saja dicampakkan suaminya dan tidak memiliki perabotan. Maka Perdu membuka kamar yang tak pernah dibukanya dan memberikan mejanya kepada Catherine.
Lalu surat perpisahan yang ada di laci meja dan tak pernah dibuka Perdu pun ditemukan. Terkuaklah rahasia besar mengapa kekasih Perdu, Manon, tak lagi mau menemui. Ternyata Manon tengah sekarat dan hanya memiliki waktu beberapa bulan saja untuk dapat bertahan hidup.
Kenyataan itu mengguncang Perdu. Lalu ia pun memutuskan untuk berkelana dengan Kapal Bukunya ke daerah selatan Prancis. Ditemani oleh Max Jordan, novelis usia 20 tahun (lahir 1992) yang sedang terjangkit writer's block alias kehilangan inspirasi, setelah menerbitkan novel laris pertamanya. Belakangan bergabung koki Italia, Salvatore Cuneo.
Max dan Cuneo akhirnya menemukan cinta sejatinya. Sementara Perdu menempuh jalan berliku. Akhirnya dia berhasil bertemu dan berbincang dengan pengarang bernama Sanary, dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang disimpannya selama 20 tahun.
Perdu harus merelakan apa yang terjadi. Setiap orang harus memiliki keikhlasan semacam itu. Ada yang mampu melewati saat sulit dalam 2 hari. Ada yang butuh waktu 2 minggu. Sebagian ada yang perlu waktu lebih lama lagi hingga 2 tahun. Atau 20 tahun seperti Perdu.
Lalu Perdu pun melakukan kilas balik atas kehidupannya yang penuh (atau justru tanpa) emosi selama 20 tahun terakhir, yang akhirnya bergejolak setelah pertemuan dengan Catherine. Perdu merasakan "hidup" yang dulu pernah dialaminya bersama Manon.
Tetapi cinta manusia berusia 50 tahun (sebenarnya hampir 51), tentu berbeda dengan cinta anak muda 20-an tahun seperti Max. Perdu harus memastikan bahwa cintanya bersambut bersama Catherine. Dan ia harus sanggup menghadapi ketakutannya: menemui Luc Basset, suami Manon. Sekaligus mengunjungi makam Manon sembari membaca buku harian kekasihnya itu, yang sengaja dititipkan khusus untuk Perdu.
===
“There are books that are suitable for a million people, others for only a hundred. There are even remedies—I mean books—that were written for one person only… A book is both medic and medicine at once. It makes a diagnosis as well as offering therapy. Putting the right novels to the appropriate ailments: that’s how I sell books.”
Nina George, The Little Paris Bookshop
Buku ini menarik karena menceritakan secara mendetail kebimbangan para tokohnya. Juga mendeskripsikan secara apik kota-kota sepanjang jalur sungai yang dilewati Perdu dalam petualangannya.
Dan sebagai bonus, diungkap juga sebagian resep-resep rahasia Perdu (berupa buku). Dan resep-resep rahasia Salvo Cuneo (makanan khas kota-kota di Prancis). Lengkap dengan step by step cara memasaknya. Nyam... nyam...
Tetapi bagusnya sih, buku The Little Paris Bookshop ini dibaca pelan-pelan. Dengan begitu, emosi kita terasa lebih intens (baca: teraduk-aduk). Bagaimanapun buku ini adalah kisah tentang orang-orang yang patah hati. Jangan malu, bila sebagian kisahnya mungkin mirip dengan kisah kita. Jika seperti itu, bagusnya memang dibaca sendirian saja di kamar biar tak ada orang yang lihat saat mata kita tiba-tiba panas dan memerah..??????
(Nina George, The Little Paris Bookshop: Toko Buku Kecil di Paris, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2017, tebal 430 hlm. Alih Bahasa: Utti Setiawati Editor: Rini Nurul Badariah) ODOB#037
Penulis: Heri Winarko
Selasa, 20 Mei 2020