Crew The Sisters di Rumah Baca Cah Angon Belter Bekasi |
Awalnya, saya kagak percaya waktu Hye Shin bilang kalau rumah baca yang dia kasih nama Rumah Baca Cah Angon itu tidak punya tempat khusus, cuma di emperan halte, lebih tepatnya pos ronda belakang terminal (belter). Saya pikir dia cuman gimmick doang.
Soalnya banyak tuh yang ngakunya "bubuk rengginang" taunya bubuk berlian. "Gubuk derita" taunya rumah mewah berlantai dua dengan Motor Harley Davidson parkir di teras buat jemur keset. Atau oom-oom presiden Perpustakaan Jalanan Bekasi yang punya nama Bayu Nggak Penting, tahunya orangnya penting pake banget.
Makanya saya langsung datangi saja lokasi rumah baca tempat beraktivitas pak guru lulusan PAI, tapi mengajar matpel Penjaskes, terus seringnya memberi materi filosofi kehidupan yang nyaris enggak pernah diajarin para orangtua ke anak-anaknya, saking mereka sibuk urusan beuteung.
Ehh, benar saja, Rumah Baca Bocah Angon itu memang pos kongkow para bapak-bapak dan pemuda belter di pinggir jalan! Lengkep dengan tukang kopi, tukang gorengan dan kang rokok. Amazing !
Tapi jujur, saya baru pertama kali melihatnya. Sungguh di luar ekpektasi banget. Soalnya bapak guru yang lebih saya kenal sebagai salah satu fotografer di Komunitas Tukang Tripod Keliling itu rapi banget ngurusin rumah bacanya.
Mulai dari mengajar, mencari donasi plus jagain aset berharganya itu dari jarahan pemulung. Mengajarnya juga tidak asal. Ada konsepnya, selain menggambar, mewarnai atau bercerita, bahkan mendidik agar bagaimana anak-anak di belakang terminal ini mencintai bumi dengan bertanam pohon.
Dan the most of all, dia juga mengajarkan anak-anak tentang nilai-nilai berharga dalam hidup yang menurut saya justru akan menjadi bekal terbaik mereka di masa depan. Yaitu agar anak-anak ini pintar merasa, bukan merasa pintar.
Saya iri. Jelas inilah cita-cita saya dahulu, memiliki rumah penuh buku di mana anak-anak bisa bermain dan belajar. Bukan belajar tentang. Makanya saya merasa bersyukur kenal dua sosok pemuda yang langka, yang punya visi jelas tentang cinta ibu pertiwi itu bagaimana.
Mereka tidak bertanya apa yang akan mereka bisa dapatkan dengan melakoni semuanya ini, mereka hanya berfikir apa yang bisa mereka lakukan demi masa depan lebih baik. Langsung aksi, enggak cuman ngemeng berbusa-busa di atas mimbar, bergoyang jempol penuh teori dan retorika di sosial media dan grup-grup WhatsApp padahal gak ada yang baca. #plakk
Mereka berdua tidak memikirkan hal yang besar-besar. Tidak menunggu punya tempat nyaman untuk mewujudkan cita-citanya di bidang literasi. Dari jalanan bahkan pos ronda mereka memulainya. Dan itu semua mereka sudah buktikan, Perpustakaan Jalanan Bekasi (Perpusjal Bekasi) sudah penuh dengan aneka buku bermutu. Berkat ketekunan dan kerja keras mereka, Allah SWT telah menunjukkan hasilnya.
Kerja ikhlas, kerja cerdas bukan sekedar jargon semata.
Alhamdulillah, Allah SWT telah mempertemukan saya dengan mereka. Satu jjam lebih ngobrol ngalor ngidul yang luar biasa.
Terima kasih banyak buat kalian berdua. Insyaa Allah Bekasi akan lebih baik untuk Indonesia yang lebih baik. Generasi Unta Rohilah* pilihan Allah SWT. Aamiin.
#ceritamaks
#ceritarelawan
Rumah Baca Bocah Angon / Rumah Baca Cah Angon
Jl.Sersan Hamzah Rt. 01/09 Kel. Margahayu Kec. Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Menerima donasi berupa buku, alat tulis, rak buku dan kursi kecil.
Penulis: Sri Suharni Maks - Kamis 28 Januari 2021.
Foto by The Sisters & Hye Sin.
________________
Rumah Baca Bocah Angon / Rumah Baca Cah Angon Kampung Rawa Baru (Belter - Belakang Terminal) Bekasi berdiri sekitar bulan November 2020 dengan kegiatan sebagai berikut: Hari Senin - Membaca, Selasa - Menggambar, Rabu - Libur, Kamis - Menghitung, Jumat - Bebas, Sabtu & Minggu - Diskusi / Menyesuaikan
Buat teman-teman yang mau donasi baik berupa buku, majalah, komik, pensil warna, alat tulis, papan tulis, atau mengisi diskusi dan pembelajaran. Bisa menghubungi 085775393211 (Sarul / Hye Shin).
*Unta rohilah adalah unta yang kuat menempuh perjalanan sangat jauh bahkan sampai ribuan kilo meter dengan membawa sarat beban berupa barang yang penuh di punggungnya. Rasulullah telah memberikan isyarat melalui sabdanya sebagai berikut,
“Dari Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata: Sesungguhnya manusia seperti unta sebanyak seratus, hampir-hampir tidaklah engkau dapatkan di antara unta-unta tersebut, seekor pun yang layak untuk ditunggangi” (Muttafaqun ‘alaih). [Hadits Ahmad No.5776 | Musnad Abdullah bin Umar bin Al Khatthab Radliyallahu ta'ala 'anhuma]
Kalau ada seratus unta di hadapan kita, maka tak bisa didapatkan dari unta itu yang siap digunakan menjadi unta tunggangan (untuk safar, memikul barang, dll). Memang jumlahnya seratus, namun yang berkualitas, yang bisa digunakan safar, hanya 1 dari 100. Manusia kurang lebih begitu juga, dari seratus orang, mungkin cuma satu yang bisa diandalkan.”
Makna dari hadits di atas adalah betapa sulitnya menemukan unta rohilah, perbandingannya satu berbanding seratus. Rasulullah mengibaratkan seorang calon pemimpin itu seperti unta rohilah. Ia mampu dibawa menempuh perjalanan jauh ke depan, ia mampu menghadapi segala rintangan dan masalah yang dilewatinya, bersamaan itu ia mampu dibebani tanggung jawab dan amanah yang besar di punggungnya.
Salam.