Mengapa Sekolah-Sekolah di Finlandia Begitu Berhasil?
Oleh : Taufik Rahman
Selama bertahun-tahun sistem sekolah di Finlandia terbilang sangat sukses. Berdasarkan survey Programme for International Student Assessment (PISA), yang membandingkan pengetahuan dalam membaca, matematika, dan sains siswa berusia 15 tahun di seluruh dunia.
Finlandia tidak hanya menduduki peringkat teratas di Eropa, tetapi juga bersaing dengan raksasa Asia seperti Tiongkok, Singapura, dan Korea Selatan.
Namun, apa yang membuat sistem pendidikan di negara kecil ini sangat berbeda dari negara barat lainnya?
Sistem Pendidikan Dasar di Finlandia
Alasan utama yaitu pemerintah Finlandia menjamin anak-anak untuk mendapatkan pendidikan pra sekolah, yang dilakukan setelah taman kanak-kanak (TK).
Pendidikan wajib dimulai pada usia 7 tahun. Guru berinteraksi dengan para siswa di sekolah sesering mungkin.
Selain itu, mereka tidak banyak mendapat pekerjaan rumah (PR) untuk dikerjakan. Ketika guru tidak mengajar, mereka menghabiskan banyak waktu di sekolah mengerjakan kurikulum dan proyek baru.
Mereka mengajar dalam tim jika itu membantu mereka mencapai tujuan. Itulah mengapa angka putus sekolah rendah di Finlandia dibandingkan dengan negara lain.
Berbeda dengan negara lain, mengajar atau menjadi Guru adalah profesi yang sangat dikagumi di Finlandia. Guru yang direkrut dan dipilih pun dilakukan dengan sangat hati-hati.
Hanya siswa berbakat yang melanjutkan ke universitas dan menerima gelar master dalam pendidikan. Finlandia berusaha memberikan yang terbaik untuk mendidik generasi mudanya.
Kebanyakan sekolah di Finlandia relatif kecil, setidaknya untuk standar internasional. Dibandingkan dengan negara lain, guru siap untuk mendidik anak-anak demi masa depan mereka.
Dalam beberapa kasus, mereka mengenal setiap siswa di sekolah mereka agar dapat menyesuaikan diri dengan mereka.
Para guru mencoba segala cara untuk membuat siswa mereka berhasil. Sebagian besar siswa mendapatkan bantuan tambahan di masa pendidikan sekolah dasar, baik oleh guru itu sendiri atau melalui pendidik yang terlatih.
Terlebih lagi, sekolah di Finlandia mendapatkan dana dari pemerintah. Orang-orang yang bertanggung jawab atas sistem pendidikan, dari guru hingga administrator adalah tenaga didik terlatih, bukan politisi seperti di negara lain.
Semua anak di Finlandia, baik mereka berasal dari kota maupun desa, baik dari keluarga kaya maupun miskin, memiliki kesempatan yang sama dalam pendidikan.
Para pakar pendidikan menyatakan bahwa hanya sedikit perbedaan antara siswa yang sangat baik dan yang terburuk. Dua pertiga siswa Finlandia yang menyelesaikan pendidikan wajib melanjutkan ke pendidikan tinggi, tingkat tertinggi di Uni Eropa.
Sampai tahun 1960-an sistem sekolah Finlandia telah mendapat banyak pengaruh oleh negara tetangga, Uni Soviet (Sekarang Rusia). Sebagian besar siswa putus sekolah setelah enam tahun; beberapa diantaranya melanjutkan ke sekolah swasta.
Hanya yang berasal dari keluarga kaya yang mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Pada pertengahan 1960-an, pemerintah Finlandia sadar untuk mengubah dan memodernisasi sistem pendidikan mereka jika mereka ingin bersaing secara internasional.
Anggota legislatif disana membuat keputusan sederhana yaitu, sekolah tunggal untuk semua anak berusia 7 hingga 16 tahun. Mereka juga fokus pada pembelajaran bahasa. Siswa belajar bahasa Swedia sebagai bahasa kedua dan bahasa Inggris sebagai bahasa ketiga mereka.
Alasan lain dari kesuksesan Finlandia juga karena fakta bahwa masyarakatnya homogen. Tidak begitu banyak perbedaan antara yang kaya dan miskin, seperti di Amerika atau negara-negara Eropa Barat lainnya.
Hal ini terjadi di kelas juga. Guru selalu berusaha menunjukkan kepada siswa bagaimana hidup bersosial dan peduli pada orang lain. Mereka mengajarkan siswa bahwa tanggung jawab itu sangat penting untuk karir mereka di masa mendatang.
Dari kemajuan Pendidikan di negara Finlandia ada kesamaan tentang sistem belajar yang dilakukan oleh tokoh Pendidikan kita yaitu Ki Hadjar Dewantara
Ki Hajar Dewantara |
Prinsip Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Mengapa Finlandia bisa menjadi negara yang sangat literat?
Ternyata ada kesamaan sistem belajar di Finlandia dengan metode yang dipakai Ki Hajar Dewantara.
Dalam buku “Pusara” terbitan 1940, Ki Hadjar Dewantara menyatakan:
“Jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan. Perbedaan bakat dan keadaan hidup anak dan masyarakat yang satu dengan yang lain harus menjadi perhatian dan diakomodasi.”
Kesamaan lainnya adalah pengaruh besar kesetaraan pada kinerja pendidikan.
“Rakyat perlu diberi hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pendidikan berkualitas sesuai kepentingan hidup kebudayaan dan kepentingan hidup kemasyarakatannya,” ujar Ki Hajar Dewantara dalam buku yang sama.
Sekitar 80 tahun yang lalu, dalam buku “Keluarga”, Ki Hadjar Dewantara berpendapat, “Anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratinya yang unik, tak mungkin pendidik ‘mengubah padi menjadi jagung’, atau sebaliknya.”
Konsep yang sama jika merujuk pada pandangan pemerintah Finlandia yang menganggap standarisasi kaku dan berlebihan merupakan musuh kreativitas.
Kesamaan yang terakhir muncul dalam Mimbar Indonesia (1948) saat Ki Hadjar Dewantara menganggap “Bermain adalah tuntutan jiwa anak untuk menuju ke arah kemajuan hidup jasmani maupun rohani.”
Finlandia menganggap sekolah itu bukan sekolah tapi tempat main-main dan bersenang-senang atau lebih tepatnya, Finlandia menekankan bahwa anak harus diberi kesempatan untuk bermain. Di sana juga tidak ada siswa tinggal kelas sampai lulus sekolah dasar.
Mereka juga menyebut sekolah seperti taman tempat anak bermain, memilih sendiri bahan bacaan, serta tidak ada pekerjaan rumah (PR).
Prinsip-prinsip sekolah dasar di Finlandia sama persis dengan prinsip yang diajarkan oleh tokoh pendidikan Indonesia yang juga menciptakan Taman Siswa yaitu Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara yang mengajarkan 3 perilaku yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani dari cara berpikir Ki Hadjar Dewantara bawa Iqra itu tiga (N) Ngerti Ngerasa, Ngelakoni.
Harus diakui bahwa ada berbagai petuah, nasehat dan ungkapan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa. Salah satunya adalah Ngerti, Ngrasa dan Nglakoni. Petuah ini diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara, seorang tokoh pendidikan Indonesia dan pendiri Tamansiwa.
Pengertian sederhana dari Ngerti, Ngrasa dan Nglakoni ini adalah:
Ngerti (Mengerti):
ini adalah upaya seseorang untuk memperoleh pengetahuan atas sesuatu yang ingin diketahui maupun yang tidak disengaja melalui panca inderanya. Di dalam aspek kognitif ini ia akan mampu mengenali sesuatu, identifikasi dan membuat suatu konsep dari pengetahuan baru yang ia peroleh.
Ngrasa (Merasakan):
Ini adalah fase afeksi dimana seseorang merasakan dan menghayati apa yang telah ia ketahui, tidak hanya sekedar tahu tetapi menemukan makna di dalamnya. Ini nampak dari perubahan sikapnya karena pengetahuan baru yang telah diperoleh sebelumnya.
Nglakoni (Melakukan):
Bagian ini merupakan aspek motorik di mana seseorang bertindak, melakukan sesuatu atau keterampilan karena pengetahuan baru yang ia pelajari sebelumnya. Ini merupakan bentuk konsistensi dan keteladanan, melakukan apa yang telah dipelajari sebelumnya.
Petuah ini tetap relevan sampai saat ini karena seseorang dari lahir melalui tahapan kehidupan sesuai perkembangan dirinya menuju kedewasaan, selalu mendapatkan pengetahuan baru, merasakan dan melakukan.
Dalam kaitan kehidupan manusia di dalam dunia yang penuh dengan keberagaman, dan keberagaman adalah keberadaan hakiki yang ada di dalam dunia, termasuk manusia dan keadaan alam di sekitarnya.
Manusia berada di dalamnya dan ia berusaha mengenali dan mengetahui segala sesuatu yang ada di sekitarnya, dan pada kenyataannya ia tidak bisa melepaskan diri dari lingkungan di sekitarnya.
Pengetahuan dan pengalaman baru terhadap keberagaman mendorong seseorang merenungkan dan menghayati kenyataan yang ada. Ini yang membuat seseorang menentukan sikapnya dan menentukan tindakan sebagai respon terhadapnya.
Khususnya di Indonesia dengan keberagaman budaya, etnik, religi dan masyarakat maka langkah-langkah yang perlu diambil adalah ‘Ngerti’ yaitu berupaya memperoleh pengetahuan tentang keberagaman tersebut sehingga menemukan dan mengerti tentang nilai-nilai atau filosofi hidup, keunikan dan ekspresi budaya dari masyarakat lainnya.
Kemudian ‘Ngrasa’ atau merasakan dan menghayati keberagaman bukan sebagai ancaman melainkan kenyataan dan kekayaan Indonesia.
Selanjutnya ‘Nglakoni’ yaitu mewujudkan dalam tindakan yang menujukkan sikap saling toleransi, keterbukaan melalui kerjasama, gotong royong, sopan santun dan kepedulian pada kemanusiaan dan lingkungan.
Ngerti, Ngrasa dan Nglakoni adalah petuah sederhana tetapi membutuhkan kemauan, kesadaran dan kesungguhan untuk mewujudkan dalam tindakan hidup sehari-hari.
*Penulis adalah relawan literasi Kabupaten Bekasi yang juga sebagai pendiri Gubug Literasi Setu.