Perpustakaan Terapung Muaragembong Kampung Muarajaya Pantai Mekar |
"Emang kamu udah bisa baca?? "
"Udah dong buu... Aku kan udah kelas 5."
"Kalo kamu?? "
"Udah juga, bu. Kan saya udah kelas 4," jawab si imut berjilbab hitam yang dipanggil Beda.
"Saya kelas 2 bu, tapi udah bisa baca." jawab si manis dengan rambut merah, dengan bedak yang kontras dengan wajahnya. Ia bernama Febi.
Beda alias Zubaedah, dan Febi, si manis berambut kemerahan yang dikuncir, mungkin melewatkan sebuah keindahan alam pesisir yang tak terungkap dengan kata atau bait-bait puisi untuk menuliskannya dalam pena.
Rona eksotisme panorama senja di tepian pantai Hutan Mangrove, Kampung Muarajaya, Desa Pantai Mekar Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi ini tak jua mampu memuaskan lapar mata saya. Sangat menakjubkan. Bersandingkan dengan warna warni "potret kesederhanaan alami" yang kontras dari jejeran ratusan tempat tinggal para buruh nelayan di dekatnya.
Mungkin di usianya yang menginjak awal belasan, Beda, Febi dan belasan bocah pesisir lain yang menghampiri perpustakaan terapung di atas area Hutan Mangrove yang airnya surut ini, belum sampai usianya untuk berkomunikasi dengan indahnya suasana senja di pinggir laut.
bersama Beda dan Febi |
Angin yang kencang bertiup, membuat situasi yang kadang sedikit "mengerikan" ini sungguh membuat saya merasakan sesuatu yang sensasional, memicu adrenalin, sekaligus mengharukan. Sesak dan menghangatkan kedua mata. Allah, betapa kecil manusia dalam kuasaMu.
Perpustakaan terapung ini jujur bikin gagal fokus, selain karena panorama senja yang keren banget, di mana laut dan langit seakan dekat, berpadu dalam satu frame yang lengkap, menyayat seolah memeluk erat dalam ketundukan Sang Pencipta.
Perpustakaan terapung ini juga lokasinya bersebelahan dengan area Ekowisata Hutan Mangrove yang dikelola seadanya secara swadaya oleh penduduk setempat.
Di atas tumpukan bambu, yang disusun sedemikian rupa. Di sinilah Beda, Febi dan kawan-kawannya lahir dan dibesarkan. Di tengah paduan indahnya alam dan pahitnya keterbatasan ekonomi yang membelit ribuan keluarga yang hanya mengandalkan anugerah laut sebagai sumber kehidupan.
Anak-anak, tetaplah anak-anak. Aroma amis yang menusuk penciuman, endapan lumpur hitam yang menenggelamkan kaki-kaki mereka tanpa alas, tak mampu membinasakan senyum dan keceriaan di wajah polos mereka.
Maka cerita dan tawa mereka memang harus terus mengukir lembaran kenangan mereka sampai tua nanti. Senyum pasrah dan optimis, yang tak boleh menjadikan mereka bermental pengemis. Maka mata mereka harus tetap terbuka selebar-lebarnya.
Keterbatasan tak boleh menjadikan mereka terhalang dari luasnya cakrawala, persis langit dan laut tempat mereka dibesarkan. Dan melalui buku, kita menyuburkan jiwa petualang alam mereka agar tak kehilangan kobarnya. Di saat jiwa-jiwa petualangan itu padam dari anak-anak kita di kota. Akibat terpikat algoritma sosmed dan kecanggihan gadget di genggaman mereka.
Well, Beda, Febi, selamat berpetualang dengan buku-buku yang akan menjadikan masa kecil kalian bertambah indah, ceria dan mengesankan. Maka perpustakaan terapung ini adalah salah satu sarana agar petualangan kalian tak akan terhenti. Apapun yang terjadi!
Salam untuk pesisir 😊😊😊
#maks
Penulis Mak Sri Suharni
Rabu, 17 Januari 2018
*Catatan, Saat ini Perpustakaan Terapung tersebut sudah tidak aktif lagi, tulisan ini hanya dokumentasi.