Ahad, 17 Maret 2024, Alhamdulillah, saya berkesempatan ikutan acara hunting bareng temen-temen Instanusantara Regional Makassar.
Buat yang belum tau, Instanusantara tuh komunitas fotografi yang keren abis. Udah 12 tahun lho mereka eksis di Instagram, mempromosikan keindahan alam dan budaya Indonesia. Keren kan?
Tagline mereka "Explore Indonesia Through Instanusantara". Sesuai dengan kegiatan mereka yang aktif baik online maupun offline. Dari workshop fotografi, pameran foto, sampe hunting bareng kayak gini.
Saya paling suka sama kegiatan INUB (Instanusantara Upload Bersama). Di mana semua anggota komunitas serentak upload foto di Instagram dengan tema tertentu.
Nah, hunting bareng kali ini spesial banget. Lokasinya di Perkampungan Mukmin An-Nadzir, lokasinya di Butta Ejayya, Romang Lompoa Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Kampung yang udah lama saya dengar tapi belum pernah kesampaian ke sana.
Kampungnya gak terlalu jauh dari perbatasan Makassar. Suasana kampungnya masih asri, sawah hijau membentang, warga yang selalu membalas senyum, dan suasananya yang adem.
Jamaah An-Nadzir: Dari Kesalahpahaman Menjadi Rasa Penasaran
Pernah dengar Jamaah An-Nadzir? saya pertama kali dengar beberapa tahun lalu. Gara-gara berita online tentang mereka yang sholat IdulFitri duluan dari Muhammadiyah dan pemerintah.
Awalnya saya bingung. Kok bisa beda? saya udah terbiasa dengan dua versi penetapan 1 Syawal: Muhammadiyah dan pemerintah. Munculnya An-Nadzir bikin saya bertanya-tanya.
Aliran apa nih? Gimana cara mereka menentukan 1 Syawal? Jujur, saya sempat suuzhon. Pikir saya, mereka cuma cari sensasi biar terkenal.
Kesalahpahaman dan kesimpulan serampangan yang prematur itu bikin saya gak peduli lagi sama berita-berita tentang Jamaah An-Nadzir. Sampai akhirnya saya baca flyer agenda Instanusantara Regional Makassar hunting bareng di kampung An-Nadzir, Gowa.
Pertanyaan-pertanyaan lama muncul lagi. Siapa mereka? Di mana mereka tinggal? Kayak apa kehidupan di sana?
Kesan Pertama di Kampung Mumin An-Nadzir: Sederhana dan Damai
Siang menjelang petang, kami tiba di Kampung Mumin An-Nadzir. Kesan pertama? Sederhana dan damai.
Gapura sederhana menyambut di jalan utama kampung dengan tulisan "Selamat Datang di Perkampungan Mukmin Annadzir", di atasnya bendera merah putih berkibar meski sudah koyak.
Kampung ini dihuni oleh jamaah An-Nadzir yang terkenal dengan rambut pirang sebahu, jubah hitam dan sorban merah mereka. Konon awalnya, kampung ini hanya dihuni oleh 7 KK. Tapi sejak tahun 2006, banyak jamaah An-Nadzir dari berbagai daerah yang hijrah ke sini. Ada yang dari Palopo, Takalar, Maros, Bone, Jawa, dan Sumatera.
Sekarang, jumlah KK di Kampung Mumin An-Nadzir Gowa sudah mencapai 100 KK dengan total 400 jiwa. Luas kampungnya sendiri sekitar 5 hektare.
Selain di Gowa perkampungan An-Nadzir juga ada di beberapa lokasi, seperti di Bogor, Batam, Batu Bara di Sumatera Utara, dst.
Masjid Baitul Muqaddis An Nadzir adalah satu-satunya masjid di kampung ini. Saat kami tiba, jamaah masih di dalam masjid, menunaikan sholat Dzuhur dan Ashar.
Waktu sholat di sini beda dari yang saya ketahui secara umum. Sholat Dhuhur lebih lambat, mendekati waktu Ashar. Katanya Sholat Isya pun diperlambat hingga tengah malam atau dini hari.
Dalam kegiatan sehari-hari, pakaian mereka sama saja seperti warga pada umumnya, paling yang membedakan rambut panjang sebahu berwarna pirang merah keemasan. Berbeda dengan kaum perempuannya, mereka saat beraktivitas di luar rumah pastinya memakai jilbab besar dan cadar, kecuali anak-anak.
Hunting Bareng (HUNBAR)
Setelah ngobrol singkat dengan tokoh jamaah, beliau memanggil dua anak laki-laki untuk menjadi model foto. Sesi hunting pun dimulai di Pondok Batua, sebuah aula serbaguna terbuka yang teduh dan asri. Letaknya lebih tinggi dan terletak di tepi sawah, sehingga seperti miniatur menara pandang untuk sight seeing memandang luas dan jauh persawahan yang hijau.
Konon, dulunya lokasi Pondok Batua yang teduh dan dirindangi banyak pohon ini dikeramatkan dan digunakan untuk ritual klenik. Oleh jamaah An-Nadzir, tempat ini diubah dan fungsinya kini menjadi pusat kegiatan alternatif selain Masjid Baitul Muqaddis. Di sini adik-adik belajar dan mengaji, tempat ini juga biasa digunakan untuk menerima tamu.
Suasana menjadi seru ketika teman-teman Instanusantara Makassar mulai beraksi mengatur gaya dan memotret, yang rencananya terbagi dalam 3 tim, akhirnya hanya menjadi 2 tim tapi tidak mengurangi keseruan hunting di lokasi yang terbatas. Kami langsung asyik dalam kegiatan photo session, masing-masing memotret sesuai dengan passion dan gayanya.
Waktu tak terasa cepat berlalu. Maghrib semakin dekat. Setelah foto bersama dan berbuka puasa, kami pun membubarkan diri.
Suasana malam di kampung ini begitu syahdu. Minimnya lampu membuat suasana terasa tenang dan damai. Suara serangga malam dan alunan ayat suci terdengar lirih mengantar kepulangan kami.
Tiga jam terasa singkat untuk memotret kehidupan dan aktivitas warga di sana. Semoga ada kesempatan untuk kembali lagi dan menggali lebih dalam tentang komunitas An-Nadzir.
Untuk hasil hunting bareng bisa dicek di Instagram dengan Hashtag: HunBarinMKS170324
Terima kasih kepada teman-teman Instanusantara Makassar dan Jamaah An-Nadzir Gowa yang telah memberi kesempatan langka ini :)
Kegiatan ini disponsori oleh:
- Canon, PT Datascrip;
- Canon Image Square - Datascrip, Makassar.
_______________________