Tidak Ingin Mati Kesepian, Sebagian Lansia di Jepang Pilih Hidup Dalam Penjara

Fenomena Kodokushi atau Mati Kesepian di Jepang membuat lansia memilih hidup dalam penjara. Apa penyebab dan solusi serta teknologi untuk mencegahnya?

Kodokushi: Ketika Kesepian Menjadi Akhir yang Sunyi


Tidak Ingin Mati Kesepian, Sebagian Lansia di Jepang Pilih Hidup Dalam Penjara

Kodokushi (孤独死) atau meninggal/mati kesepian adalah fenomena orang yang meninggal/mati sendirian dan tidak ditemukan untuk jangka waktu yang lama. 

Di kenal juga dengan fenomena Lonely death atau "kematian yang kesepian", sebuah istilah untuk kondisi di mana seseorang meninggal sendirian ketika tidak lagi memiliki hubungan dengan orang terdekat dan rata-rata jenazahnya ditemukan beberapa hari bahkan lama setelahnya. 

Istilah ini menggambarkan realitas pahit masyarakat modern yang diwarnai oleh isolasi sosial dan perubahan struktur keluarga. 

Sebuah contoh nyata adalah kasus di Tokiwadaira, kota Matsudo, di mana seorang pria ditemukan telah meninggal selama tiga tahun di apartemennya, tanpa ada yang menyadari. Sewa dan tagihan apartemennya dibayar secara otomatis melalui autodebet di bank, kematiannya baru diketahui ketika tabungannya habis, ia dihubungi pihak penagih sewa namun ditemukan telah meninggal.

Tidak hanya di Jepang, kasus serupa juga dilaporkan di negara-negara lain dengan tingkat isolasi sosial tinggi, seperti Korea Selatan dan Amerika Serikat, menunjukkan bahwa ini adalah masalah global.

Fenomena ini pertama kali mencuat pada 1980-an dan semakin meningkat seiring bertambahnya populasi lansia di Jepang. Menurut data Badan Kepolisian Jepang, hanya pada paruh pertama tahun 2024, terdapat 37.277 orang yang meninggal sendirian di rumah mereka

Tidak hanya lansia, tetapi kelompok usia muda pun tidak luput, dengan 742 kasus kodokushi di kalangan remaja hingga usia 30-an dalam tiga tahun terakhir. Kasus-kasus ini sering kali berkaitan dengan faktor-faktor seperti tekanan pekerjaan, kesulitan ekonomi, dan minimnya dukungan sosial.

Tidak Ingin Mati Kesepian, Lansia di Jepang Pilih Hidup Dalam Penjara

Mengapa Kodokushi Terjadi?

Masataka Nakagawa, seorang peneliti senior di Institut Nasional Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial, menjelaskan bahwa kodokushi berkaitan erat dengan tiga faktor utama yang saling terhubung: perubahan struktur keluarga, menurunnya angka pernikahan, dan harapan hidup yang lebih panjang.

Misalnya, dengan anak-anak yang berpindah ke kota untuk bekerja, banyak lansia yang ditinggalkan sendirian di rumah tanpa dukungan langsung. Nakagawa juga menyoroti bahwa penurunan angka pernikahan memperbesar kemungkinan orang hidup sendiri hingga usia tua, karena mereka tidak memiliki pasangan atau anak yang bisa mendukung mereka. 

Sebagai tambahan, lansia perempuan yang umumnya lebih panjang usia sering kali menghadapi kehilangan pasangan dan harus hidup tanpa dukungan keluarga. Contoh ini terlihat nyata dalam kasus-kasus kodokushi yang dilaporkan di kota-kota besar seperti Tokyo dan Osaka, di mana isolasi sosial lebih umum terjadi.

Secara garis besar penyebab Fenomena Mati Kesepian antara lain:

  1. Perubahan Struktur Keluarga: Tradisi keluarga besar yang hidup bersama telah bergeser. Anak-anak cenderung pindah ke kota lain untuk pekerjaan, meninggalkan orang tua mereka sendirian.

  2. Penurunan Angka Pernikahan: Jumlah individu lajang, termasuk di kalangan lansia, semakin meningkat, yang memperbesar kemungkinan mereka hidup dan mati sendirian.

  3. Harapan Hidup yang Tinggi: Lansia perempuan, yang umumnya lebih panjang usia, sering kali kehilangan pasangan dan hidup tanpa dukungan.

Lansia Memilih Penjara untuk Menghindari Kesepian

Lansia Memilih Penjara untuk Menghindari Kesepian

Kondisi ini mendorong banyak lansia Jepang mengambil keputusan ekstrem, seperti masuk penjara. Di Penjara Tochigi, misalnya, kamar-kamar dipenuhi oleh lansia yang lebih memilih menjalani kehidupan di balik jeruji daripada menghadapi kemiskinan dan isolasi di luar penjara dan berakhir dengan tragedi kematian tanpa ada yang mengetahui. Selain itu, di dalam penjara mereka mendapatkan makan, tempat tinggal, dan perawatan medis secara gratis.

Salah satu tahanan di Penjara Tochigi, Akiyo (81), mengaku mencuri makanan karena uang pensiunannya tidak mencukupi. "Di sini, hidup saya lebih stabil," katanya. Kondisi ekonomi yang sulit memaksanya untuk mengambil jalan pintas, meskipun ia sadar tindakannya salah.

Ini bukan kali pertama Akiyo berurusan dengan hukum karena kasus pencurian. Sebelumnya, ia juga pernah dipenjara dengan tuduhan yang sama. Kehidupan sulit yang ia hadapi, termasuk dukungan keluarga yang minim, membuatnya merasa putus asa dan tidak lagi memiliki harapan hidup.

Anehnya, di tengah kesengsaraan yang ia alami, Akiyo justru merasa lebih nyaman berada di dalam penjara. Ia menemukan lingkungan yang lebih baik dan dukungan sosial yang lebih kuat di sana. Menurutnya, kehidupan yang stabil dan keberadaan orang-orang baik di penjara membuatnya merasa lebih tenang.

Fenomena ini bukan hanya terjadi pada Akiyo. Banyak lansia lainnya di Jepang juga memilih untuk tinggal di penjara. Mereka rela membayar sejumlah uang agar bisa terus berada di balik jeruji besi. 

Seorang penjaga atau sipir di Tochigi, Takayoshi Shiranaga, mengungkapkan banyaknya lansia yang ingin menetap di dalam penjara. Bahkan, ada yang sampai ingin membayar untuk tinggal selamanya. "Ada orang yang mengatakan mereka bersedia membayar 20.000 atau 30.000 yen (sekitar 2-3 juta rupiah) sebulan (jika mereka bisa) untuk tinggal di sini selamanya," ujarnya.

Dalam merawat para lansia yang ditahan, penjara tersebut telah dilengkapi fasilitas yang mungkin dibutuhkan sesuai dengan usia tahanannya. Di seluruh Jepang, jumlah narapidana berusia 65 tahun atau lebih hampir empat kali lipat dari tahun 2003 hingga 2022, dan hal itu mengubah sifat penahanan.

Shiranaga mengatakan kini para sipir penjara harus membantu mengganti popok tahanan, membantu mereka mandi, dan juga makan. Fenomena ini bahkan membuat sipir penjara merasa bahwa tempat mereka lebih mirip panti jompo daripada lembaga pemasyarakatan.

Kembali ke Nilai Tradisional: Solusi untuk Mengatasi Kesepian Lansia

Kembali ke Nilai Tradisional: Solusi untuk Mengatasi Kesepian Lansia

Mengatasi kodokushi memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Hal ini penting untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil benar-benar menargetkan akar masalah, seperti isolasi sosial dan kurangnya dukungan bagi lansia. 

Pemerintah dapat memperkuat sistem jaminan sosial dengan memberikan tunjangan yang lebih memadai dan menciptakan lingkungan yang mendukung kehidupan multigenerasi. 

Di sisi lain, masyarakat dapat mendorong interaksi yang lebih erat melalui program komunitas, sementara keluarga diharapkan kembali menghidupkan tradisi peduli terhadap orang tua mereka. 

Dengan demikian, solusi yang diberikan tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga relevan dengan fenomena kodokushi secara langsung. Salah satu langkah penting adalah menghidupkan kembali nilai-nilai tradisional yang menekankan pentingnya hidup bersama keluarga besar.

  1. Hidup Bersama Keluarga: Tradisi hidup bersama keluarga bisa menjadi solusi yang efektif. Sebagai contoh, di beberapa daerah pedesaan di Jepang, keluarga besar yang tinggal satu atap masih menjadi pemandangan umum, dan hal ini terbukti mengurangi tingkat kesepian di kalangan lansia. Di tempat-tempat seperti ini, lansia mendapatkan perhatian langsung dari anak-anak dan cucu mereka, yang tidak hanya memberikan dukungan emosional tetapi juga fisik, seperti membantu aktivitas sehari-hari. Tradisi ini juga terlihat di negara-negara lain seperti Korea Selatan dan India, di mana kehidupan multigenerasi masih menjadi norma, menciptakan jaringan sosial yang kuat dan meminimalkan risiko isolasi. Keluarga yang tinggal satu atap tidak hanya mempererat hubungan emosional tetapi juga memastikan bahwa kebutuhan lansia terpenuhi. "Mengasuh orang tua adalah kehormatan terbesar seorang anak," seperti dikatakan Confucius.

  2. Menghormati Orang Tua: Kampanye kesadaran sosial tentang pentingnya menghormati orang tua perlu digencarkan. Jepang, dengan budaya hormat yang kuat, dapat mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam pendidikan dan media.

  3. Dukungan Komunitas: Membentuk komunitas lansia di lingkungan perumahan dapat mencegah isolasi. Kelompok-kelompok seperti ini memungkinkan lansia untuk saling mendukung dan tetap aktif secara sosial.

Teknologi dan Kebijakan Publik

Solusi Lain: Teknologi dan Kebijakan Publik

Selain pendekatan tradisional, inovasi modern juga dapat membantu:

  1. Penggunaan Teknologi: Sensor pintar yang mendeteksi pergerakan atau kondisi kesehatan lansia dapat membantu menghindari kasus kodokushi. Misalnya, di Finlandia, teknologi serupa telah berhasil digunakan untuk memantau kesehatan lansia di rumah mereka. Sistem ini tidak hanya mendeteksi pergerakan tetapi juga mengirimkan peringatan ke anggota keluarga atau layanan darurat jika ada tanda-tanda bahaya, seperti jatuh atau tidak adanya aktivitas dalam waktu yang lama. Dengan implementasi yang tepat, teknologi ini dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk mencegah isolasi sosial dan memastikan keselamatan lansia. Alarm otomatis dapat memberi tahu keluarga atau pihak berwenang jika terjadi sesuatu.

  2. Jaminan Sosial yang Lebih Kuat: Pemerintah perlu meningkatkan tunjangan pensiun dan layanan kesehatan untuk lansia yang hidup sendiri. Dengan kebijakan ini, mereka tidak perlu memilih penjara sebagai tempat tinggal.

  3. Program Sukarelawan: Mendorong lebih banyak program relawan untuk mengunjungi lansia yang tinggal sendiri, sehingga mereka tetap memiliki interaksi sosial.

Kesimpulan

Fenomena kodokushi mencerminkan tantangan besar masyarakat modern, tetapi juga memberi kita kesempatan untuk kembali ke akar nilai-nilai kemanusiaan. Dengan mengutamakan keluarga, membangun komunitas, dan memanfaatkan teknologi, kita dapat menciptakan lingkungan di mana lansia merasa dihargai dan tidak lagi mati kesepian.

"Kehidupan bermakna adalah ketika kita tidak hidup untuk diri sendiri, tetapi untuk orang lain," kata Albert Einstein. Mari kita bangun dunia di mana setiap orang, termasuk lansia, merasa dihormati, dicintai, dan tidak pernah sendirian.

2 komentar

  1. Di negara kita kayaknya juga semakin banyak kasus yang meninggal sendiri seperti ini ya karena keluarganya jauh semua
    1. iya menyedihkan, kaau di kampung-kampung kontrol sosial masih ada, tetangga tidak kelihatansehari dua hari sudah ada yang cari, berbeda dengan kota yang rata-rata pendatang
No Spam, Please.