Bersiap Hadapi Dunia Kerja: Nasihat Ki Somad

Diskusi Ki Somad dan pemuda desa tentang tantangan pengangguran, perubahan ekonomi, serta solusi agar generasi muda tetap memiliki peluang kerja
Bersiap Hadapi Dunia Kerja: Nasihat Ki Somad

Bersiap Hadapi Dunia Kerja

Di sebuah pelosok desa yang masih asri, siang itu udara terasa teduh setelah waktu ashar. Angin semilir berhembus, membawa kesegaran dan meniupkan bisik gesekan dedaunan. 

Para petani terlihat mulai pulang dari sawah dengan langkah santai, sementara anak-anak desa berlarian di jalan desa, tertawa riang menikmati sisa petang menuju sore. Langit perlahan berubah warna, menyajikan semburat gradasi jingga yang megah.

Di bawah rindangnya pohon mahoni, sekelompok pemuda berkumpul di depan beranda rumah Ki Somad. Sesepuh desa yang bijak ini selalu menjadi tempat bertanya bagi anak-anak muda yang haus akan ilmu. Mereka datang dengan kegelisahan yang sama: sulitnya mendapatkan pekerjaan di dunia kerja.

Ki Somad, dengan ramah dan senyum yang selalu menenangkan, sambil menikmati kopi sore dan kreteknya ia selalu menyambut mereka dengan hangat. 

Ada Arman, mahasiswa baru yang berniat mencari pekerjaan sampingan; Sari, lulusan SMK yang masih menganggur; dan Dika, pemuda kreatif yang ingin merintis usaha sendiri. 

Mereka ingin berdiskusi tentang masa depan mereka di dunia kerja, atau sekadar curhat dengan Ki Somad yang selalu senang menyambut para pemuda desa.

"Pendidikan harus mampu menyesuaikan diri dengan dinamika ekonomi agar tidak terjadi pengangguran intelektual."

Fenomena Penyempitan Lapangan Kerja

Arman membuka diskusi dengan nada penuh kebingungan. "Ki, kenapa sih semakin susah cari kerja? Katanya ekonomi Indonesia tumbuh, tapi kok banyak pengangguran, terutama anak muda?"

Ki Somad mengelus janggutnya sambil menatap langit. "Pertanyaan yang bagus, Arman. Memang, meski berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ekonomi kita 2024 tumbuh sekitar 5,03 %, penciptaan lapangan kerja tidak sejalan. Salah satu faktornya adalah perubahan teknologi yang menggantikan banyak pekerjaan manual dengan mesin dan sistem otomatisasi. 

Fenomena ini disebut oleh ekonom Paul Krugman sebagai 'jobless growth', di mana pertumbuhan ekonomi tidak diiringi dengan peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap."

Sari mengangguk. "Betul, Ki. Saya lulusan SMK, tapi banyak perusahaan maunya yang sudah berpengalaman atau punya keterampilan khusus. Rasanya kami, anak muda, sulit bersaing."

Ki Somad tersenyum bijak. "Nah, di sinilah masalah lainnya, Sari. Ada yang namanya ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan industri. Pendidikan kita sering kali belum siap menghadapi kebutuhan pasar kerja. Banyak yang sekolah tinggi, tapi ilmunya tidak bisa langsung diterapkan di dunia kerja. Kata Joseph Stiglitz, seorang ekonom peraih Nobel, "Pendidikan harus mampu menyesuaikan diri dengan dinamika ekonomi agar tidak terjadi pengangguran intelektual."

Ki Somad melanjutkan, "Stiglitz juga menyarankan agar pemerintah lebih aktif dalam memberikan pelatihan kerja yang relevan dengan perkembangan industri. Selain itu, kolaborasi antara sektor pendidikan dan dunia usaha sangat penting agar lulusan memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Dengan begitu, generasi muda tidak hanya menunggu pekerjaan, tetapi juga siap menciptakan peluang sendiri."

Regulasi yang Kaku dan Persaingan Ketat

Dika yang sedari tadi diam akhirnya bersuara. "Ki, katanya regulasi juga jadi masalah. Maksudnya bagaimana?"

"Begini, Dika," ujar Ki Somad sambil membetulkan duduknya. 

"Di Indonesia, regulasi ketenagakerjaan cukup ketat. Misalnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang mengatur pesangon tinggi bagi pekerja yang diberhentikan, sehingga perusahaan cenderung lebih berhati-hati dalam merekrut karyawan tetap. Selain itu, aturan upah minimum yang ketat dan prosedur perizinan yang kompleks juga membuat banyak bisnis kecil kesulitan berkembang dan menciptakan lapangan kerja baru. Ditambah lagi, jumlah tenaga kerja terus bertambah, sementara lapangan pekerjaan tidak sebanding. Ini menciptakan persaingan yang sangat ketat."

"Jadi, makin lama makin susah ya, Ki?" tanya Sari dengan nada khawatir.

"Susah, tapi bukan berarti tidak mungkin," jawab Ki Somad. "Kalian harus pintar melihat peluang dan terus mengembangkan diri."

Solusi: Mencari Peluang di Tengah Tantangan

Solusi: Mencari Peluang di Tengah Tantangan

Arman menghela napas. "Jadi, apa yang bisa kita lakukan, Ki? Rasanya sulit kalau hanya mengandalkan perusahaan untuk menyediakan lapangan kerja."

Dika menimpali, "Iya, Ki, ada nggak sih cara supaya kami bisa tetap punya peluang di tengah situasi ini?"

Ki Somad tersenyum. "Tentu ada, Arman, Dika. Pendidikan berbasis kompetensi harus lebih ditekankan. Kalian perlu terus belajar keterampilan baru, terutama di bidang digital. Selain itu, wirausaha bisa menjadi solusi. Jika lapangan kerja sempit, ciptakanlah pekerjaan sendiri. Pemerintah dan berbagai lembaga kini banyak memberikan dukungan untuk startup dan UMKM."

Dika tampak antusias. "Saya memang ingin membuka usaha di bidang kreatif, Ki. Tapi, modalnya dari mana?"

Ki Somad tersenyum. "Dika, modal bukan hanya uang. Modal itu bisa berupa ide, jaringan, dan keuletan. Banyak program bantuan modal dari pemerintah atau investor. Yang terpenting adalah membangun konsep usaha yang matang."

Sari menambahkan, "Lalu bagaimana dengan yang ingin bekerja di sektor formal, Ki?"

"Pilih sektor yang berkembang," ujar Ki Somad. "Teknologi, pertanian modern, dan industri kreatif adalah beberapa sektor yang masih punya potensi besar. Jangan terpaku hanya pada pekerjaan kantoran. Dunia sudah berubah, dan kalian harus menyesuaikan diri."

Penutup: Harapan untuk Masa Depan

Matahari mulai condong ke barat. Percakapan sore itu membuka wawasan baru bagi para pemuda yang hadir. Arman, Sari, dan Dika kini memiliki perspektif berbeda tentang dunia kerja. Mereka paham bahwa tantangan memang ada, tetapi solusi juga selalu tersedia bagi mereka yang mau berusaha.

"Jangan pernah takut menghadapi tantangan," ujar Ki Somad dengan suara mantap. "Kalian adalah generasi yang akan menentukan masa depan bangsa. Jadilah kreatif, terus belajar, dan manfaatkan peluang yang ada. Seperti kata Albert Einstein, 'Di tengah kesulitan, selalu ada peluang.'"

Mereka pun berpamitan dengan senyum di wajah masing-masing. Percakapan itu mungkin hanya berlangsung satu sore, tetapi pelajaran yang mereka dapatkan akan terus membimbing langkah mereka di masa depan.



Posting Komentar

No Spam, Please.